Menikahlah



Aku ingin mengajakmu pergi ke sebuah tempat nirmanusia. Dalam senja yang merah merona. Tempat yang sunyi, teduh oleh rimbun ilalang, sejuk sekaligus hangat,  udaranya berbau harum, segar seperti citrus. 

Tenang, sudah ada sesaji berupa bikuit asin dan secangkir teh madu. Teh madu kesukaanmu kan?

Izinkan aku menatap matamu dalam-dalam, sebelum mata itu menjadi milik orang lain. 


Sudah berapa lama kita tidak begini, saling menyelami, melontarkan tanya dan menyambar dengan jawaban paling  murni. Tanpa pretensi, karena kamu adalah aku, begitu pun sebaliknya, tak ada yang perlu ditutupi.

Menikahlah, kataku kemudian.

Kamu hanya bisu, berkaca-kaca karena masih tidak percaya bahwa masa ini  tiba. Masa ketika kamu tidak bisa bangun tidur sesuka hati, masa saat kamu harus bertanya pada orang lain apakah ini boleh, itu boleh, padahal sebelumnya kamu sangat independen, malas diatur! Kamu tidak menyangka bahwa kata iya akhirnya keluar dari mulutmu untuk sebuah ajakan berlayar bersama. Lautan kamu tahu, tak selalu tenang, kadang badai datang, dan dirimu bahkan tidak percaya sudah begitu berani untuk menerima tantangan darinya.

Menikahlah, tapi ingat satu hal, pernikahanmu bukanlah pencapaian.
Pernikahan bukanlah tujuan hidup yang jika sudah dicapai maka selesai. Tidak! Kamu bukanlah gadis yang menikah karena propaganda romantisme yang didentamkan drama-drama korea, kamu tahu bahwa pernikahan adalah anugrah sekaligus cobaan yang mungkin kadang kelewat pahit. Di sini kamu mulai berjuang lagi, untuk mencapai tujuan hidup sesungguhnya, mati dalam kondisi iman terbaik, ya kan? 

Menikahlah, namun tak perlu merasa lebih baik dari yang belum menikah, merasa lebih mulia dari yang masih sendiri, apalagi sampai jatuh iba, karena Tuhan menciptakan ujian di tiap-tiap level kehidupan. Pernikahanmu jadikanlah jalan terbaik untuk memenuhi mauNya. Dan biarkan saja yang sendiri menikmati ujian kesendiriannya, belajar sabar dalam harap, memperkuat tali dan menyadari bahwa apa pun garis yang Ia tetapkan, menikah di sini atau pun di akhirat nanti tak sedikit pun mengurangi rasa cintanya pada Allah. Kalau perlu, genggam jemarinya, dan katakan, hidup ini bukan sekadar perkara menikah, jadilah yang terbaik dalam tiap fase hidup kita. 

Menikahlah, dan jangan jadikan suamimu sebagai sumber kebahagiaan, fondasi kesenangan, karena suamimu pun manusia yang sedang sama-sama mencari bahagia. Kamu juga tak bisa kan dituntut sempurna? Kamu tahu bahwa dirimu terlalu kecil untuk memenuhi segala ekspektasinya. Kalian punya Allah, yang tidak akan pernah miskin saat diminta, yang punya bergudang gudang rasa bahagia. Kalau memang rasa pahit itu datang, ingatlah, dulu kamu yang berdoa untuk saling dipertemukan, silahkan berdoa lagi untuk bisa saling menguatkan.

Aku bahagia dengan pernikahanmu, karena kamu adalah aku, sesedehana itu.

Menikahlah... bergenggamanlah selama yang kalian bisa, sampai Ia menetapkan takdir berikutnya.




*Tulisan ini untuk merayakan single terbaru Payung Teduh. AKAD :)

pic here


Comments